Rabu, 31 Desember 2008

Kejakgung Sulit Usut Trasfer Pricing

[Kontan] - Kejaksaan Agung kesulitan mengusut dugaan transfer pricing, pengalihan keuntungan untuk menghindari beban pajak, di PT Gunungbayan Pratamacoal. karena itu, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menghentikan penyelidikan laporan dugaan transfer pricing yang dilakukan perusahaan tambang batubara, yang beroperasi di Kutai Barat, Kalimantan Timur tersebut. Jakasa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Wisnu Subroto mengatakan, keputusan jaksa hanya mengikuti langkah polisi. Sebab Kepolisian Daerah kalimantan Timur (Polda Kaltim) sudah lebih dulu menyetop penyelidikan dugaan transfer pricing di Gunungbayan.

Berdasarkan laporan kejaksaan Tinggi di Kalimantan Timur (Kejati Kaltim), Polda Kaltim menghentikan kasusu ini lantaran tidak menemukan unsur korupsi pelanggaran pajak. "Polda Kaltim telah menangani namun juga baru taraf penyelidikan, "ujar Wisnu kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Lagi pula, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Departemen Dalam Negri dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga tidak menemukan adanya penyimpangan di Gunungbayan. Karena itu, Wisnu menyarankan jika ada yang kurang sreg dengan penghentikan penyelidikan ini. "Silakan mempraperadilankan Polda Kaltim, "ujar Wisnu.

Selama ini Kejaksaan Agung sudah meneliti sejumlah dokumen yang berhubungan dengan dugaan transfer pricing ini. Bahkan Jaksa Agung Hendarman Supanji sempat memerintahkan JAM Intel membentuk tim khusus guna mengevaluasi kasus itu. Tim ini yang akan menelusuri kasus tersebut termasuk pidana khusus, pidana umum, atau perdata.

Selasa, 12 Februari 2008

Transaksi Batubara PT Adaro tidak Bermasalah

[Republika] - Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyatakan, tidak menemukan masalah dalam kasus dugaan manipulasi harga (transfer pricing) ekspor batubara yang dilakukan PT Adaro Indonesia. Hal tersebut diutarakan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel), Whisnu Subroto, di Jakarta, Senin (11/2). ''Kasus Adaro sudah diteliti dan nggak ada masalah,'' kata Whisnu.

Menurut Whisnu, Kejakgung tidak bekerja sendiri dalam menyelidiki kasus Adaro. Instansi seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan, juga ikut mengaudit proses transaksi ekspor batubara yang dilakukan PT Adaro.

Hasil penyelidikan, tambah Whisnu, menyimpulkan PT Adaro telah melunasi semua kewajiban dalam proses ekspor batubara sejak 2001 hingga sekarang. Whisnu menyebutkan, kewajiban tersebut, antara lain, pembayaran pajak, royalti, jumlah tonase ekspor, hingga penentuan siapa pembelinya telah dilunasi sesuai ketentuan.

Direktur Ekonomi dan Moneter pada JAM Intel, Sutan Bagindo Fahmi, menambahkan, kesimpulan penghentian penyelidikan kasus Adaro didasarkan pada hasil penelitian terhadap dokumen-dokumen yang diberikan Departemen ESDM dan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. ''Dokumen yang diberikan kepada kami malah mendukung, transaksi yang dilakukan Adaro telah sesuai ketentuan,'' kata Fahmi.

Senin, 11 Februari 2008

DJP Panggil Bos Asian Agri

[Suara Karya] -Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Departemen Keuangan kembali memanggil pemilik produsen minyak kelapa sawit PT Asian Agri Sukanto Tanoto.

Senin, 31 Desember 2007

epartemen ESDM Jelaskan Manipulasi Harga Batu Bara ke Kejakgung

[Media Indonesia] -Departemen ESDM sudah memberi informasi dan data terkait dugaan transfer pricing (manipulasi harga) ekspor batu bara yang dilakukan PT Adaro Indonesia ke Kejaksaan Agung (Kejakgung).

Direktur Pengusahaan Mineral dan Batu Bara Ditjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM MS Marpaung di Jakarta, Senin (31/12) mengatakan, dirinya sudah beberapa kali dimintakan keterangan oleh Kejakgung terkait kasus tersebut.

"Terakhir, saya diminta keterangan pada 17 Desember 2007 oleh Kejakgung," katanya. Namun, lanjutnya, Kejakgung kemungkinan tidak akan meminta keterangan dirinya kembali.

Menurut dia, dirinya memberi penjelasan ke Kejakgung sebatas yang diketahuinya termasuk data produksi, setoran royalti, dan kewenangan direktoratnya.

Marpaung juga menjelaskan, pihaknya tengah mengkaji untuk mencegah praktik transfer pricing tersebut dengan menetapkan harga jual batu bara berdasarkan kadar kalorinya.

Harga tersebut bisa diambil dari Indeks Batu Bara Indonesia. "Kalau ada perusahaan yang menjual di bawah harga yang ditetapkan,

patut dicurigai kalau mereka melakukan transfer pricing," ujar

Marpaung.

Kamis, 27 Desember 2007

Delapan Tersangka Penggelapan Pajak Asian Agri Dicekal

[Tempo Interaktif] - Direktur Pencekalan pada Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Syaiful Rahman menyatakan telah mencekal delapan karyawan PT Asian Agri atas permintaan Kejaksaan Agung. "Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kejaksaan," kata Syaiful, saat dihubungi Tempo, Kamis (27/12).

Pencekalan tersebut, dia melanjutkan, berdasarkan surat nomor Kep-407/D/Dsp.3/12/2007 tertanggal 3 Desember 2007. Pencekalan itu berlaku selama satu tahun. Dari delapan karyawan Asian Agri yang dicekal, satu di antaranya adalah warga negara Malaysia dengan inisial TBK. Sisanya, menurut Syaiful, adalah warga negara Indonesia dengan inisial And, WT, ST, LA, EL, SL dan LBH.

Sejak awal November lalu, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung telah menetapkan mereka sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri sekitar Rp 1,34 triliun. Sebelum dilimpahkan ke kejaksaan, tim penyidik Direktorat Jenderal Pajak telah meminta keterangan saksi dari internal perusahaan yang jumlahnya sekitar 33 orang.

Menurut Ditjen Pajak, penggelapan pajak perusahaan agro bisnis itu diduga dilakukan dengan cara menggelebungkan biaya perusahaan sebesar Rp 1,5 triliun, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor sebesar Rp 232 miliar dan mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp 889 miliar.

Selasa, 18 Desember 2007

Keprihatinan Yang Mendalam Terhadap Ilmuwan UGM dan UI

[Solidaritas Untuk Wajib Pajak] - Kami sangat prihatin dan kecewa sehubungan dengan kelakuan ilmuwan dari Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) yang menjadi pembicara dalam seminar publik yang berjudul : “Kasus Pajak Asian Agri”. Para ilmuwan tersebut bukannya berpikir bagaimana mengembalikan keuangan negara yang potensial raib karena penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri, eh malah mempersoalkan jurnalis Tempo yang membongkar pertama kali dugaan penggelapan pajak.

Keprihatinan kami, tentu juga menjadi keprihatinan anak bangsa lainnya, soalnya bagaimana mungkin lembaga besar dan ternama seperti Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UGM dan Pusat Pengkajian & Penelitian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, bisa dipinjam tangan untuk melakukan vonis terhadap jurnalis ? Apalagi dalam berbagai iklan yang dipublikasikan oleh penyelenggara diskusi yaitu Veloxxe Consulting (pemiliknya adalah Putut Prabantoro, mantan wartawan yang kini aktifis Paguyuban Wartawan Katolik) menyatakan bahwa lembaga tersebut dibayar oleh Asian Agri.

Kami mohon penjelasan Rektor UGM dan Rektor UI, apakah penelitian seperti ini legal atau illegal ? Kami juga meminta Rektor UGM dan Rektor UI untuk meneliti aspek ekonomis yang telah diperoleh oleh kedua pimpinan lembaga tersebut. Penjelasan ini penting, soalnya kredibilitas kedua perguruan tinggi tersebut menjadi di ujung tanduk, apabila ada oknum-oknum di lembaga terhormat tersebut yang memperoleh manfaat finansial untuk kepentingan pribadi. Baik yang dilakukan oleh Hermin Indah Wahyuni, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UGM maupun Dwi Urip Premono, sebagai Executive Director Pusat Pengkajian & Penelitian ISIP UI, yang kebetulan menjadi pembicara dalam seminar tersebut.

Dalam pandangan kami, akan sangat bijaksana jika para ilmuwan Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UGM dan ilmuwan Pusat Pengkajian & Penelitian ISIP UI bersama-sama dan bahu-membahu membantu menyelesaikan mengembalikan keuangan negara dari dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri. Apalagi, Dirjen Pajak pernah menyebut bahwa potensial kerugian negara bisa mencapai lebih dari Rp 1,3 triliun, dan kasusnya kini sedang dimonitor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekali lagi, kami sangat prihatin dengan ilmuwan bayaran yang menisbikan faktor-faktor lain yang esensinya justeru lebih penting dan lebih bernilai. Kami merinding, bagaimana nasib bangsa kita ke depan bila para ilmuwan – yang seringkali disebut oleh yang memiliki hikmat dan kebijaksanaan, namun kelakuannya juga tergantung kepada fulus. Sungguh mengerikan…..

Jumat, 30 November 2007

Dirjen Pajak Diminta Usut Kasus Transfer Pricing

[Berita Sore] -Sejumlah massa yang mengatasnamakan Wahana Muda Indonesia (WMI) melakukan unjuk rasa menuntut Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan mengusut tuntas praktik manipulasi harga jual (”transfer pricing”) tambang batubara karena merugikan negara triliunan rupiah. Aksi yang berlangsung di depan Kantor Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis [29/11] diikuti sekitar 50 orang.

Koordinator unjuk rasa Handriansyah mengatakan, praktik “transfer pricing” yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang batubara di Indonesia itu telah merugikan negara hingga Rp10 triliun dalam dua tahun terakhir. Kerugian itu terdiri dari Rp6 triliun pada tahun 2005 dan Rp4 triliun pada 2006. “Angka kerugian negara akibat persekongkolan penggelapan pajak sektor batubara ini akan terus membengkak mengingat praktek kotor ini masih akan berlangsung,” katanya.