Rabu, 30 Mei 2007

Pejabat Pengemplang Pajak Dilaporkan Ke Presiden

[Tempo Interaktif] - Menteri yang mengemplang pajak akan dilaporkan pada Presiden. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga akan melaporkan pegawai Badan Usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pegawai negeri sipil dari tingkat eselon I sampai IV akan dilaporkan juga kepada pimpinan atau kepala departemen terkait.

"Namun orang-orangnya tetap rahasia, karena harus dilaporkan dulu ke Presiden besok," kata Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin Nasution seusai melakukan rapat kerja dengan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Perpajakan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Jumlah yang paling banyak berada di perusahaan negara, karena mereka punya kemampuan dan berpotensi sebagai wajib pajak aktif. Tingkatannya tersebar mulai dari karyawan badan usaha milik negara, komisaris, anggota direksi, sampai karyawan.Mereka umumnya tidak memiliki nomor pokok wajib pajak. "Jumlahnya bisa diatas 200 ribu orang, " kata dia.

Jumat, 18 Mei 2007

Sanksi Pengemplang Pajak Dikembalikan Ke Undang-Undang

[Tempo Interaktif] - Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk tetap berpedoman pada Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan dalam hal pemberian sanksi kepada setiap wajib pajak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.

"Setiap wajib pajak di mata undang-undang diperlakukan sama, tanpa pandang bulu,ini juga tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru" kata Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dradjad H. Wibowo saat dihubungi Tempo Jumat (18/5).

Menurut aturan tersebut, kata Dradjad, setiap pengemplang pajak harus diberi sanksi empat kali wajib membayar denda empat kali dari besaran pajak terutang. "Bahkan kalau memang ada unsur pidananya, kan disebutkan juga ancaman pidananya," katanya.

Sesuai pasal 39 Ayat (1) C dan atau Pasal 43 Ayat (1) UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah UU No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan setiap pihak yang sengaja tidak membayar atau memberikan laporan kewajiban pajaknya secara keliru diancam pidana di bidang perpajakan paling lama enam tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah pajak terutang.

Selasa, 15 Mei 2007

DJP Tetapkan 5 Tersangka Penggelapan Pajak

[Kompas] - Direktorat Jenderal Pajak menetapkan ada lima orang direksi pada perusahaan yang berada di kelompok usaha Asian Agri sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penggelapan pajak. Penetapan tersangka itu ditetapkan karena kelima orang tersebut terbukti bersalah menandatangani Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT yang salah. Dirjen Pajak Darmin Nasution mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Senin (14/5).

Menurut Darmin, kelima tersangka tersebut berinisial LA, WT, ST, TBK, dan AN. Mereka merupakan penanggung jawab 14 dari 15 perusahaan pada kelompok usaha Asian Agri yang diperiksa oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan Pajak. Namun, satu dari 15 perusahaan itu sudah tidak melakukan kegiatan usaha sehingga fokus pemeriksaan hanya diarahkan kepada 14 perusahaan lainnya. "Hasil pemeriksaan sudah menunjukkan adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan yang dilakukan Asian Agri Group," katanya.

Bukti-bukti permulaan tersebut adalah, pertama, adanya modus operandi yang dilakukan oleh Asian Agri Group adalah dengan menggelembungkan biaya sebesar Rp 1,5 triliun, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar, dan mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp 889 miliar, sehingga isi SPT yang disampaikan tidak benar.

Kedua, ada calon saksi yang berasal dari lingkungan kelompok usaha tersebut sebanyak 30 orang. Ketiga, adanya SPT yang tidak benar.

Berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan tersebut telah diterbitkan 14 Laporan Kejadian. Atas laporan kejadian tersebut, proses pemeriksaan bukti permulaan ditingkatkan statusnya ke penyidikan. "Untuk ini, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Instruksi Penyidikan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan untuk melaksanakannya. Sebagai tindak lanjut telah diterbitkan surat perintah penyidikan Nomor Prin-02.DIK/PJ.0501/2007 tanggal 10 Mei 2007," ujarnya.

Senin, 07 Mei 2007

Kasus Penggelapan Pajak RGM Akan Dibeberkan

[Antara News] - Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Darmin Nasution berjanji dalam beberapa pekan mendatang akan mengumumkan hasil penyelidikan kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh salah satu anak perusahaan kelompok Raja Garuda Mas (RGM), PT Asian Agri.

Usai bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Senin, Darmin yang didampingi oleh Direktur intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak Mohammad Tjiptardjo, mengatakan Ditjen Pajak menemukan perkembangan menarik dari hasil penyelidikan kasus penggelapan pajak tersebut.

"Pokoknya ada perkembangan menarik lah. Tunggu saja, dalam beberapa minggu lagi akan kita umumkan," ujarnya.

Namun, Darmin menolak untuk menyebutkan bukti-bukti yang telah dimiliki oleh Ditjen Pajak dan apakah Ditjen Pajak telah menemukan adanya praktik penggelapan pajak yang dilakukan oleh manajemen PT Asian Agri.

Darmin juga menolak untuk menjawab apakah ada penyelenggara negara yang terlibat dalam penggelapan pajak senilai Rp1,1 triliun tersebut.

"Lihat nanti lah. Akan kita umumkan pada waktunya, tidak lama lagi," ujarnya.

Darmin mengaku pertemuannya dengan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki dan Wakil Ketua KPK Erry Ryana Hardjapamekas untuk mengoordinasikan berbagai hal, termasuk melaporkan perkembangan penyelidikan kasus penggelapan pajak yang melibatkan anak perusahaan RGM milik konglomerat Sukanto Tanoto itu.

Pada Januari 2007, Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki menyatakan, KPK hanya melaksanakan supervisi terhadap kasus penggelapan pajak yang diduga dilakukan oleh PT Asian Agri.

Meski demikian, Ruki mengatakan, KPK akan menunggu perkembangan apakah dalam kasus itu juga terdapat tindak pidana korupsi yang melibatkan aparatur negara.

"Kami sudah menelaah kasus itu dan ternyata yang lebih tepat adalah kasus pidana perpajakan," katanya.

Ruki mengatakan, telah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak untuk menangani kasus tersebut, sedangkan KPK hanya menjalankan fungsi supervisinya.

Penyidik KPK, menurut Ruki, akan terus memantau perkembangan penanganan kasus itu, sehingga apabila ditemukan pidana korupsi yang melibatkan aparatur negara, KPK langsung dapat menangani kasus tersebut.

Kasus dugaan penggelapan pajak di salah satu anak perusahaan RGM yang dimiliki oleh konglomerat Sukanto Tanoto itu, mencuat setelah group financial controller Asian Agri, Vincentius Amin Santoso, membeberkan ia memiliki dokumen yang membuktikan bahwa Asian Agri melakukan penggelapan pajak senilai Rp1,1 triliun.

Vincentius yang sempat melarikan diri ke Singapura itu mengaku berperan menyusun rekayasa pajak yang dilakukan oleh Asian Agri.

Ia melarikan diri ke Singapura karena terlibat kasus penggelapan uang Asian Agri senilai 3,1 juta dolar AS.

Ia akhirnya menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 11 Desember 2006 setelah sempat melaporkan kasus dugaan penggelapan pajak itu ke KPK.(*)